Pernah atau sedang mengalami? Atau tidak pernah, karena sudah yang paling klop dengan pasangan? Karena sudah saling mengenal baik sebelum menikah? Syukurlah kalo gitu….
…soalnya saya pernah. Dan itu sangat tidak mengenakkan huhu..
Warning : it’s gonna be a long post
Pertama tentang Ngaji.
Sebelum menikah, saya sudah menyampaikan ke (calon) suami waktu itu dengan sangat jelas bahwa saya punya kelompok kecil pengajian tiap minggu. Dan sejak itu meminta, saat kelak sudah menikah, untuk tetap diijinkan mengikutinya. Dia bilang oke. Tak ada masalah. Oke lanjut…
Setelah menikah, saya kan masih di Surabaya ya. Dia di Jakarta. Waktu itu jadwal ngaji saya setiap Jumat sore. Setiap menjelang Jumat sore saya kembali chat dia kalo sore ini akan ngaji. Dia oke, dan berpesan untuk hati-hati, abis maghrib langsung pulang. Oke siap bos. Lancar. Tak ada masalah.
***
10 bulan setelah menikah, kami sudah sama-sama di Makassar. 1-2 bulan pertama saya masih adaptasi dengan kantor baru dan lingkungan baru. Waktu itu kami masih numpang di rumah kakak.
Bulan ketiga di Makassar, Alhamdulillah kami sudah menempati rumah sendiri. Rutinitas baru dimulai. Jarak rumah kantor lebih jauh daripada waktu di rumah kakak. Tak ada masalah. Toh saya ke kantor diantar jemput sama suami.
Saat itu saya mulai mencari-cari info tempat ngaji baru di Makassar. Kering juga rasanya lama tidak belajar. Rasanya sayang kalo semua waktu hanya disibukkan dengan urusan kantor, duniawi sekali eaaa… LOL.
Begitu sudah dapat tempat baru, yang jarak dan jadwalnya cocok dengan yang saya inginkan, saya mulai bilang ke suami. Jadwalnya awalnya Selasa sore setelah jam 4. Di situ suami sebenarnya mulai kurang sepakat. Dia bilang belajar bisa di mana saja, cukup beli bukunya. Baca. Iqro.
Tentu saja saya tidak sependapat T__T Apalah ilmu kita yang cetek ini kalo tidak diajari oleh yang lebih paham. Benih-benih ketidaksepakatan mulai terasa haha..
Tapi jadi susah juga, soalnya saya selalu diantar ke mana-mana oleh suami. Otomatis kalau saya ngaji, dia harus jemput saya tidak di kantor, tapi di tempat ngaji. Yang mana jaraknya sebenarnya tidak jauh beda, tapi beda lagi rutenya, dan agak macet T___T.
Setiap saya minta ijin di hari ngaji itu, pasti dia awalnya tidak mengijinkan. Baru setelah argumen panjang lebar kiri kanan, baru bilang.. ”ya sudah terserah” dengan nada yg tak enak didengar T__T. Ya tetap dijemput sih abis maghrib tapi muka dan suaranya tertekuk huhu..
Keadaan itu berlangsung beberapa waktu entah berapa lama lupa. Kayanya mayan lama. Sebenarnya kasian juga, waktu itu suami masih galau-galaunya soal bisnis barunya. Mungkin dia mau tidak usah ditambah lagi dengan harus jemput di waktu yang tidak biasanya. Ya saya minta tak usah dijemput, naik bentor saja sama dia juga tidak boleh hhh…
Kalau dua2nya moodnya lagi bagus, dia ngeluh dikit langsung saya bujuk-bujuk. Tapi kalo sama-sama lagi greng, berantem juga ayo deh. Pernah sampe diam2an 2 hari gegara itu hhh… ini kan mulai tidak sehat.
Saya sedih. Tentu saja. Saya merasa tidak didukung. Saya merasa dia tidak memenuhi komitmen dia untuk tetap mengijinkan saya. Dia (mungkin) merasa saya tidak patuh sama dia. Membangkang. Saya sedih, dan tidak tau harus curhat sama siapa.. T__T
***
Apa yang saya lakukan?
Berdoa.
Ngadu sama Allah. Nangis-nangis minta petunjuk. Curhat kenapa kok baru hal segini saja saya sudah tidak sepakat dengan suami? Bagaimana nanti?
Berkali-kali. Berulang-ulang. Doa itu saya panjatkan. Minta jalan keluar. Saya tidak tahu jalan keluar apa yang saya butuhkan. Tapi Allah pasti tau.
***
Dan memang Allah sungguhlah Maha Membolak-balikkan Hati. Perlahan suami mulai melunak. Kalau tidak salah, itu dimulai sejak saya mengundang teman-teman ngaji saya untuk ngaji di rumah. Ya gimana pun kan dia tetap harus jadi tuan rumah yang baik kan ya haha..
Alhamdulillah yang kedua, dia sudah mulai resah tidak punya teman hahahahaha.. dia resah hari-harinya dia hanya disibukkan dengan urusan bisnis barunya. Dia pengen punya komunitas. Saya tawarkanlah untuk ikutan ngaji pekanan. Saya tawarkan carikan guru ngaji buat dia. Cincailah itu..
Dan tentu saja…. dia tidak langsung mau.. T__T. Dan tentu saja saya tidak menyerah. Titik terangnya mulai ada, tinggal dibujuk-bujuk dikit.
Sampai akhirnya dia bilang iya, mau.. saya langsung menghubungi teman saya yg dulu tempat saya dapat info tempat ngaji. Minta tolong dicarikan guru ngaji untuk laki-laki (ikhwan). Saya sampaikan gambaran awal suami, kalo dia sebenarnya pernah kajian juga, tapi cuman waktu mahasiswa baru. Begitu senior dikit, ngajinya bubar hihh.. Jadi bisa dibilang dia betul-betul newbie.
Selang beberapa waktu, teman ini mengirimkan no hape Ustadz yang bisa jadi tempat ngajinya dia. Saya kasiin ke suami, tidak juga langsung dihubungi hhh… T__T
Maju mundur, hari ini bilang mau tapi sudah kemalaman ndak enak nelpon malam-malam. Besok siangnya saya ingatkan, dia bilang iya nanti sore. Sore saya lupa ingatkan, malam ingat, bilang lagi ndak enak nelpon malam-malam.. begitu terus sampe tahun 2030 T___T
Entah berapa lama sampai akhirnya dia memberanikan diri menelpon Ustad itu. Dan…. ga diangkat hahahahaha. Kubilangin sms atau watsap saja, kata-katanya juga musti didraftkan. Ampun gusti.
Eh akhirnya ditelepon balik sama Ustadnya. Alhamdulillah..
Mulailah dia akhirnya ngaji atau liqo. Sampai sekarang. Walau sempat berganti Ustad karena satu dan lain hal. Tapi Alhamdulillah sampai sekarang dia masih rutin ngaji. Semoga seterusnya demikian. Aamiinn..
***
Persoalan yg kedua. Soal pilihan Presiden waktu 2014 hahahaha..
Ini sebenarnya tidak menjadi masalah, seandainya kami berdua cukup selow dengan pilihan masing-masing. Persoalannya, kami sama-sama pendukung garis keras jeh hahaha..
Sama dgn masalah Ngaji. Sejak sebelum nikah sy juga sudah bilang saya ngajinya di mana. Sejak dulu jaman mahasiswa ya di situ itu. Tidak pernah berganti bendera. Nah bendera tempat saya ngaji ini pastinya punya pilihan dong ya soal Pilpres. Sebagai rakyat yang manut saya ngikutlah.. Dan kalau dilihat secara kasat mata memang tidak mungkin waktu itu saya memilih calon yang satunya.
Bisa dibaca di sini soal pilihan saya waktu itu >> Tidak Sekedar Memilih Presiden
Lah kok tak disangka suami malah mendukung calon sebelah. Ya karena alasan apalagi selain karena wakilnya sama-sama dari Sulawesi haha.. sudah ketebak lah ya kami mendukung siapa.
Kata suami sebenarnya dia mau dukung pilihan saya, seandainya saja wakilnya itu yg di kubu sebelah. Jadi fix dia tidak melihat capres-nya, tapi karena cawapresnya. Alasan yang sama dengan pilihan beliau di Pilpres 2009. Berharap banyak pada sosok JK.
Berbagai argumen saya tidak diperhatikan. Sampai saya bilang pun, kalo Ulama mayoritas di kubu 01, dia tetap pada pendiriannya. Dan parahnya, meminta saya untuk ikut memilih 02, karena katanya istri harus taat pada suami. Meh T__T
Saya sedih laahhh.. baru beberapa bulan nikah, sudah beda pendapat gini huhu..
Time goes by. Walopun waktu itu dia ga nyoblos karena masalah teknis, akhirnya kan pilihan dia yang menang ya. Yasudah. Okey lets see…
***
Sebulan sejak Presiden baru dilantik, harga BBM naik hahaha.. serangan pertama. Saya langsung nyolek, tuh BBM naik sama Presiden-ta’.. dia cuman menggumam ndak jelas, dan bilang ”iya eh teganya….”
HAHAHAHAHA.. EAT THAT.
Eh ga boleh ngomong gitu. Itu cuman dalam hati haha..
Waktu terus berlalu.
Beberapa kebijakan Presiden saat itu kan kontroversial ya. Dan beberapa terasa menyudutkan umat Islam. Suami yang saat itu sudah mulai rutin ngaji, sedikit banyak mulai tercerahkan. Ghirahnya mulai terasa gitchu..
***
Puncaknya ketika kasus penistaan agama. Emosinya mulai sangat nampak. Setiap kali nonton berita di TV, baca berita online, scrolling timeline FB, hampir selalu dia mengumpat panjang pendek tentang Gubernur Jakarta saat itu. Hampir tiap saat dia update status di FB soal ini hahaha..
Aksi pertama yang tanggal 4 November 2016, beliau ikut aksi di Makassar. Saya sempat khawatir akan ricuh, tapi Alhamdulillah aksi di Makassar berlangsung aman.
Yang mengagetkan ketika masih akan ada aksi lanjutan yang direncanakan, dan DIA MAU IKUT KE JAKARTA. Astaga. Padahal kami liat di TV aksi 411 di Jakarta berakhir ricuh. Banyak kerusuhan, saling lempar, ricuh pokoknya. Ngeri.
Lah kok ini mau datang langsung ke Jakarta T__T
Singkatnya, akhirnya dia berangkat tanggal 1 Des. Rencana aksi tanggal 2 Desember kan ya. Saya melepas dia pergi sudah kaya mau melepas suami pergi jihad haha.. Selepas dia pergi saya masuk kamar, mewek hahaha. Lebay kaw.
Bertubi-tubi saya berdoa mohon keselamatan untuknya, semoga Allah melindunginya, dan melindungi seluruh umat Islam di aksi tersebut.
Alhamdulillah seperti yang kita tau, aksinya berjalan damai.
***
Loh ini kok malah jadi bahas aksi damai, tadinya kan soal Pilpres haha.
Poinnya adalah, dengan pemahaman dia yang Alhamdulillah semakin baik, pandangan dan pilihannya soal pemimpin pun sudah berubah. Tidak duniawi semata. Bahwa pada akhirnya kita butuh pemimpin yang berpihak pada umat Islam.
Dan soal perbedaan prinsip dengan suami yang dulu saya resahkan.
Sungguhlah Allah itu Maha Membolak-balikkan Hati. Saya sangaaat bersyukur akhirnya suami bisa tercerahkan soal pemahaman agama ini. At least untuk 2 hal di atas kami bisa sepaham dan seprinsip.
Alhamdulillah ’alaa kulli hal. Semoga saya dan suami dan kita semua senantiasa dicondongkan untuk merasa dekat dengan Islam. Aamiin..
Saat pemilu kita terpecah belah, tapi setelah pemilu harus bersatu kembali, yang kalah harus legowo, yang menang jangan jumawa