Judul di atas semata karena sy gak tau mau ngasi judul apa (LOL)
Hari ini saya abis baca tulisannya Masgun yang ini, judulnya Menghabiskan Ego. Jadi berasa ngaca haha, Iya banget!
Satu hal kenapa Tuhan baru mengirimkan jodoh ke saya di umur 28 tahun, mungkin salah satunya adalah karena ini. Saya diminta menghabiskan dulu semua ego saya.
Di usia antara 24-26 tahun, saya sering khawatir. Bahwa kalo ada suami, saya akan dikekang. Dilarang ini itu. Ndak sebebas sebelumnya. Jadi, walopun secara lisan saya selalu bilang siap nikah di usia itu, tapi sebenarnya ada ketakutan seperti itu pula di diri saya.
Saya yang sering belanja buku dengan kalap, sering nonton sendiri di bioskop, suka duduk lama2 di coffee shop sehabis pulang kantor, selalu beli makanan jadi dan ndak mau belajar masak, saya yang seenaknya membelanjakan uang untuk kesenangan diri sendiri. Pokoknya saya sangat menikmati menjadi perempuan single yang mandiri, dan berduit hahaha.. #sombong padahal sering kere juga kalo akhir bulan.
Dan yang pasti tidak ada yang melarang-larang saya. Paling Ibu yang suka mengingatkan via telepon, jangan boros, uangnya disimpan2, jangan suka pulang malam, etc etc.. Selain itu Ibu cukup percaya sama saya. Yah Ibu sih sepanjang dia tau kalo saya bisa menjaga diri ya dia fine2 saja. Tiap mau kemana-mana juga saya selalu bilang ke Ibu. Eh kecuali waktu ke Krakatau ding, haha. Soalnya kalo itu pasti dilarang.
Begitu juga dengan pertemanan. Waktu-waktu itu adalah saat saya lagi semangat-semangatnya ngeblog. Lewat salah satu situs mikroblogging, saya banyak berkenalan dengan blogger dari seluruh penjuru dunia dari berbagai daerah. Ya tentu saja sy memanfaatkan pertemanan itu untuk banyak belajar tentang dunia blogging. Bukan hanya itu, saya juga excited mengikuti beberapa pertemuan komunitas blogger saat itu. Bertemu teman-teman yang sebelumnya hanya saling komen di blog.
Bertemu dengan dunia baru dan kawan baru selalu menyenangkan. Dan itu sedikit mengaburkan kegalauan saya yg belum ketemu Mr. Right π
Begitulah. Semua hal yang memang masih bisa dinikmati saat masih sendiri, betul-betul saya nikmati sepuasnya, dan sebosannya.
***
Dan sekarang, saatnya menyingkirkan ego. Eungg.. bukan sekarang sih tepatnya. Sejak saya resmi menjadi istri.
Benarlah semua titah yang mengatakan pernikahan adalah sekolah kehidupan. Kita yang terbiasa merencanakan dan melakukan segala hal sendiri. Terbiasa dengan kegiatan untuk diri sendiri. Tiba-tiba jadi harus diskusi dan mendengar pendapat orang lain. Tiba-tiba harus manut sama perintahnya. Jadi harus menggantungkan beberapa hal ke orang itu. Dan percayalah, segala proses adaptasi itu memiliki sensasinya sendiri. Yes, that was never easy bhihik..
Dan Tuhan memang paling mengerti hamba-Nya yang suka sok bijak ini. Saya dikasi waktu untuk pelan-pelan beradaptasi dengan semua hal baru itu. Itu waktu saya di Surabaya. Kenapa? Karena waktu di Surabaya kami masih LDM. Saya tidak tiap hari bisa ketemu suami. Jadi bisa dibilang, di Surabaya itu seperti masa transisi gitu. Masih ada beberapa hal yang saya lakukan sendiri. Ke kantor masih tetap naik angkot, ke mana-mana masih sendiri -dan saya memang tau jalannya. Masih mandiri lah yaa dalam beberapa hal. Di Makassar, barulah segala printilan jadi tergantung sama suami haha..
Ke kantor diantar jemput, mau kemana-mana minta tolong buat diantar, ndak berani pulang malam kerna katanya banyak busur berkeliaran di Makassar kalo malam (hiyy, jadi ingat nyamannya hidup di Surabaya, balik jam berapapun ndak berasa was-was)
Namun ajaibnya, semua ketakutan yg pernah saya rasakan menjadi tidak terbukti. Betul bahwa saya menjadi tidak sebebas sebelumnya. Tidak ada lagi yang namanya pulang malam sendiri. Tidak pernah lagi berlama-lama di coffee shop buat numpang baca. Jadi berasa anak manis deh pokoknya. Setiap sore saya sudah ada di rumah malu sama matahari
But overall, surprisingly I can deal with that. Segala hal yang saya takutkan dulu memang benar terjadi, tapi penerimaan saya akan hal itu yang menjadi berbeda. Saya tidak lagi melihatnya sebagai sebuah hal yang harus ditakutkan, tapi lebih ke konsekuensi logis dari pilihan untuk menikah.
Ya mungkin karena itu tadi. Semua kegiatan ego saya sudah hampir (hampir lo yaa brati masih ada) saya habiskan sebelum menikah. Saya sudah kenyang dengan segala kenyamanan hidup single-awi
Sampai akhirnya mungkin ketika saatnya saya tanpa sadar mengatakan itβs enough, tak lama setelah itu bapak bercambang ini menghampiri saya.
Rencana Tuhan selalu dan selalu lebih baik dari rencana manusia. Bukan begitu?
***
Jadi, teman temin yang cantik dan ganteng, selamat menikmati setiap fase kehidupan. Nikmati setiap romantikanya. Have a good day π
*nyengir2 baca blognya kak illa* π
Illa, aku suka banget sama tulisan ini. Aku sendiri ngerasa ego aku yang demikian besar itu menyusut semakin bertambahnya umur. Mungkin Tuhan juga lagi nunggu supaya aku jadi pribadi yang lebih dewasa dan matang dulu sebelum ketemu sama Mr. Right π
i heart you kak illa.. :3
Sama k…apalagi sejak punya anak, yg namanya me time cuma klo lg tidur, hahaha…saya sendiri suka takjub sama diri sendiri, bisanya berubah drastis, tp bahagia jg di tengah segala kerempongan