berbagi, Buku, Review

..5cm The Movie. Good Job!

Setelah Laskar Pelangi.. 5 cm masuk kategori film yg sekeren bukunya

Itu highlight dari sy setelah nonton filmnya semalam.

Apa sih sebenarnya yg diharapkan penonton dari film yang diadaptasi dari buku? Jelas bukan ceritanya kan ya. Kalo sy sih, yang pertama visualisasi imajinasi kita terhadap tokoh2 yang ada di buku. And “5 cm the movie” has made it perfectly.

Genta yang smart. Fedi Nuril ndak perlu dipertanyakan lagi lah ya. Sudah teruji di film2 sebelumnya. Arial yg atletis, yg dijuluki Rambo. Walo ndak familiar sm pemerannya, Denni Sumargo (baru belakangan dengar dari teman kalo dy itu pemain basket) tapi ektingnya mayan bagus. Dinda, adeknya Arial dimainkan sm Pevita pierce. Ini nih yang munculnya selalu kek film India, pake adegan slow motion trus ada angin2 yang memainkan anak rambutnya. Kayak Kareena Kapoor aja *ups

Riani yg cantik dan mempesona dibawakan sm Raline Shah. Saykoji yg penyanyi rap –pemeran Ian- jg surprising, ndak nyangka ikut main di sini.

Dan Zafran, sang pujangga gagal. Hail for Herjunot Ali lah pokoknya, walo sebenarnya dy masih terlalu ganteng dibanding yg ada di benak sy tentang sosok Zafran, haha. Mungkin untuk mengimbangi Nuril kali ya, soalnya Riani di bukunya diceritakan malah naksirnya sama Zafran, padahal Genta sudah dari lama suka dan paling dekat dengan Riani.

Dari awal baca buku sy sudah membayangkan sosok Zafran ini yang akan sangat menghibur filmnya nanti. And it’s proven. Zafran jg yg mengisi suara untuk sosok ‘aku’ di filmnya. Ceritain alurnya dan ngenalin teman2nya di awal film.

Harus diakui, Sutradaranya cukup jeli memilah mana bagian buku yang baiknya dimasukkan dalam adegan film dan mana yg tidak perlu. Seperti cerita di buku tentang Ian yang labil dan tidak punya pendirian, tidak muncul di film. Begitu juga dengan obrolan 5 sahabat ini di Ranu Kumbolo tentang Indonesia, nasionalisme, dll. Saat membaca itu sy sempat mikir, kalo ini ditampilkan di film pasti bakal mbosankan, secara dialognya panjang2 dan materinya berat. Syukurlah bang Rizal mendengar suara hati saya haha.. tidak ada adegan dengan topik yang berat dan dalam durasi yg lama. Kalaupun ada, tetap diselingi bagian yang kocak dan menghibur.

Begitu juga tidak semua narasi di buku diceritakan di film dengan narasi atau dialog. Seperti adegan cemburunya Genta waktu Riani dekat2 dengan Zafran. Gesture-nya Nuril says it all. Anyway liat tampang gitunya Nuril jd dejavu sama sosok Fahri yg bengong waktu liat Aisha di film AAC, haha.. Nuril is so something memang nih.. *emot lope lope*

Tapi tetap jg ada yg kelewat sih menurut saya. Adegan setan dan malaikat di kiri kanannya Juple waktu liat Dinda itu lohh. Ih ndak penting. Durasinya lumayan lama lagi. Mending dipake buat close-up Nuril kalo gitu *loh*. Itu juga sopir angkot yg medhok yg nganter mereka sampai ke perbatasan daerah Semeru. Itu malah tidak ditampilkan. Padahal kayaknya lucu bagian itu. Apalagi logat jawa timur-an. Pasti isi bioskop di Studio 21 Tunjungan Plaza tempat sy nonton bisa lebih heboh lagi tuh, mayoritas penonton dengerin logatnya sendiri hihi..

Yang sama2 terasa jayus, ndak di buku sama di film waktu mereka sudah nyampe di Mahameru. Yang satu2 mereka bilang “saya Genta, saya Arial, bangga berada di sini bla bla bla…” Jayus ah. Kayaknya sudah ndak sesuai sama kondisi kekinian #bhihik

Zafran dan Riani

My favourite scene, waktu akhirnya Genta sama Riani udah saling mengungkapkan perasaan masing2, trus besokannya Zafran sm Riani sama2 berdiri menghadap ke Ranu Kumbolo, tanpa ngomong apa2, tapi senyum penuh arti #ihik. Silent is gold, isn’t it? Dududuu.. (LOL)

Oh iya, sosok Dennis dan Ian jg tidak diceritakan detail di filmnya. Padahal di buku, peran Dennis cukup banyak. Bahkan dia kan yang akhirnya jadian sama Dinda. Jadi Dennis itu sesama pendaki yang kenalan sama Arial cs di perjalanan menuju Mahameru. Dy punya sahabat yg namanya –juga- Ian, meninggal waktu pendakian ke Mahameru beberapa tahun sebelumnya. Di film cuman dikasi liat sepintas nisannya Ian, sama orang2 yg baca surat sambil nangis di sisinya. Praktis, yang terlibat dialog di film selama pendakian ya hanya mereka berlima saja. Pemeran lain kebanyakan lalu lalang dowang di sekitar mereka.

Tapi, secara keseluruhan, film ini jauh di atas ekspektasi saya. Memuaskan. Keren. Kalau biasanya nonton film yg disadur dari buku banyakan permaklumannya karena ndak sesuai harapan, itu bisa diminimalisir di film ini. Hampir 85,16% gambaran di buku perciss sama dengan yg di film. Keren pokoknyaaa..

Apa mungkin kerna sy belum pernah ke sana, makanya bilang filmnya keren ya? Jangan2 bagi para pendaki gunung, itu film biasa2 saja? (okok)

Ah whatever. Apapun, salut dan terima kasih untuk semua tim yang bekerja keras untuk film ini. Bukan hanya pemain yang ektingnya keren dan tetap tjakep2 walo sudah kena debu Mahameru, tapi jg buat orang2 yg di belakang layar. Bokk, mereka itu ikutan naik gunung juga kan ya. Gotong2 kamera segala macam buat keperluan syuting. Kebayang kan bagemana susakhnya. Dan kayaknya itu terbayar, dengan sinematografi yang memang luar biasa yang ditampilkan Rizal Mantovani di film ini.

Barusan ngecek situsnya 21-cineplex, studio yang nayangin film ini langsung dua kali lipatnya bow. Kemarin cuman 4 bioskop se-Surabaya, hari ini langsung di 8 mall. Belajar dr kemarin yg membludak kali ya. Udah ya.. Ayo buruan nonton.. ^^

7 Comments

  1. Dapetin angka 85,16% ini yg paling luar biasa…

  2. hihhi.. jadi ngewassap aku mastiin mahameru emang berdebu buat ini ya mbak?? *dirajaaaam…

    aaaa… mereka keren mbak, sekali mahameru bisa muncak… aku ngepot2 dulu. hahaha

  3. Artinya tingkat ketidakpuasa iLLa terhadap pelem ini adalah 100 – 85.16% #ambilkalkulator

    Pingin nonton ah 😀

  4. sinematografinya top markotop…
    pernah ke sana wlo sampe ranu kumbolo doangan, ngeliat terjalnya medan pas mau sampe puncak jadi ciut, secara mendaki anak krakatau aja saia ngos-ngos-an 😀

  5. dhodie says:

    Scene pas abis curhat semalam antara zafran dan riani emang mantap.. tak perlu kata-kata.

    Benar Zafran emang kegantengan *walo gak seganteng yg komen ini*, tapi bisa dipahami soalnya Rizal ceritain 5cm nya dari sudut pandang dia.

    Menurut saya sih cukup banyak scene yg terkesan gak diriset: pake jeans saat mendaki, nerusin dari Kalimati ke Arcopodo tanpa bawa air yang cukup, sama adegan Ian ngejar-ngejar kereta.

    Saya sih kurang puas sama filmnya, tapi ya cukup menghibur. At least sekarang kalo ke toko gear travel, pasti nanyanya “itu loh mas, Laf*ma yang dipake di 5cm”, “pernah liat 5cm”… Penting ya?

  6. sutradara jeli? …. wow … baru pertama kali ini saya mendengar komen positif dari karya Rizal mantovani 😀 … jadi penasaran … mengingat film-film terdahulunya sangat tidak memperhatikan akting aktor (walau secara sinematigrafi bagus)

  7. filmnya bagus banget,,, kalau tdk nonton nyesel deh

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *