Prolog : Sudah beberapa kali sy masuk ke toko buku, melihat buku itu di salah satu rak yg ada di sana. Tapi ndak tau kenapa belum terpikir untuk beli. Tapi ndak tau kenapa lagi di hari itu sy tergerak mengambilnya dan meliat2 sampul buku itu.. #kusut (LOL)
***
”Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah, Hanum…”
Tulisan itu ada di sampul belakang buku itu. Ih wow. Bener2 kutipan yg penasaran-able. Kutipan itu pula yang membuat sy akhirnya membawanya ke kasir. Padahal jarang2 saya terpengaruh karena sampul atau endorse pada buku. Kebanyakan kerna penulisnya, atau dari rekomendasi teman2.
99 Cahaya di Langit Eropa.
Bercerita tentang pengalaman Hanum Rais ketika dalam kurun beberapa tahun menetap di Eropa. Waktu itu ia mendampingi suaminya yang melanjutkan pendidikannya di sana. Cerita di buku yang ditulis dengan gaya semi fiksi ini dibagi dalam 4 bagian besar sesuai tempat yang dikunjungi Hanum, mulai dari Wina-Austria, Paris, Cordoba-Granada, dan Istanbul.
Dalam perjalanannya di kota2 ini Hanum juga menyelipkan cerita pertemuan dan persahabatannya dengan saudara2 Muslim yang ada di tempat itu. Itulah kenapa disebut semi fiksi kerna nama-nama orang yang tertulis di buku ini bukan nama sebenarnya 🙂
Dan inilah buat saya yang menarik. Buku ini bukan sekedar buku perjalanan, travelling, atau buku sejarah agama. Selipan cerita persahabatan Hanum dengan seorang Muslimah asal Turki bernama Fatma Pasha menjadi bagian yang turut berperan. Bagaimana ia melibatkan pembaca untuk ikut merasakan persahabatan mereka dan kebersamaan dalam perjalanan spiritual ini. Dari awal mula pertemuan mereka, tentang Fatma yang mencontohkan bagaimana menjadi agen muslim yang baik, sampai kemudian mendadak Fatma menghilang secara tiba-tiba.
Paris!!!
Bagian menarik yang lain ketika membaca bagian saat Hanum berada di Paris. Mengeksplorasi Musium Louvre, monumen Arc de Triomphe, dll. Serasa membaca kembali Da Vinci Code tapi dalam versi Islami, hehe.. juga tentang misteri garis lurus pada tata kota di Paris dan kaitannya dengan arah kiblat di Makkah. Euhh… *pengen kesanaaaa*
Jujur, waktu itu saya merasa puncak rasa excited saya pada buku ini ada pada bagian Paris. Mungkin karena selama ini hanya keindahan Paris yang eksotik-atau-apalah-itu yang sering kita baca, jadi ketika mengetahui bahwa terdapat sejarah peradaban Islam di negara tersebut saya semakin pengen ke sana secepatnya #lho

Mungkin kerna itu pula, saya merasa cara bercerita Hanum menjadi agak monoton ketika memasuki cerita Cordoba dan Istanbul. Or is it just my feeling? Entahlah..
Tapi saya tetap melanjutkannya, karena merasa ini adalah buku penting. Pengetahuan Islam yang ada di dalamnya sayang sekali kalo tidak kita serap, minimal kita pernah baca.
Dan kejutan kembali saya temui di bagian akhir buku ini. Selain cerita tentang Fatma Pasha, bagian ini juga yang membuat mata saya berkaca-kaca saat membacanya.. Jika sebelumnya saya merasa cerita peradaban Islam di Paris adalah klimaks rasa excited saya, ternyata bagian akhir buku ini tidak kalah mendebarkannya. Imho.
Dari seluruh catatan Hanum di buku ini, satu quote yang menurut saya menjadi inti pesannya adalah :
Perjalanan bukan sekedar menikmati keindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Perjalanan bukan sekedar mengagumi dan menemukan tempat2 unik di suatu daerah dengan biaya semurah-murahnya. Tapi perjalanan harus bisa membawa pelakunya naik ke derajat yg lebih tinggi, memperluas wawasan dan menambah keimanan
That’s it. Perjalanan yang membawa kita pada level keimanan yang lebih tinggi.
Segera ke toko buku sajalah.. Masih ada kok kayaknya.. Best Seller ini 😀
baru tau istilah `semi-fiksi`. berarti novel `negeri 5 menara` sama `ranah 3 warna` masuk semi fiksi ya?
sudah tamat juga akhirnya buku ini mbak. dari segi isi bagus. tapi dari segi tulisan agak kurang. kurang greget dan kurang bercerita. *apa karena aku yang sudah kadung suka gaya tulisan kayak trinity, travellous sama agustinus kali ya mbak? hehe.
suka pas bagian depan-depan tentang jatuhnya cordoba, sedih juga sama mezquita. kenapa ndak jadi musium saja kayak haqia sopia.
nice review mbak. =D
Bagus bukunya nih, recommended banget
oh iya ni dah denger cerita dari teman kantor, kayaknya bagus nih
Wow, kapan main ke Gramed ya? hmmm
Mengeksplorasi Musium Louvre, monumen Arc de Triomphe yang islami itu yang kayak gimana yah?
lama saya cari2 ini buku, sempat hilang dari peredaran, pas dapat di toko buku online, dibeli, tapi belum kubaca sampai sekarang..masih dalam antrian, wkwkwk..tp dengan resensi ini, jd penasaran mau baca secepatnya
Sungguh lama tak bersua denganmu, kekekeke.
—
Perjalanan adalah menjadi lebih baik, bgitu kalo kata orang-orang pinter.
Dimanapun tujuan kita pada dasarnya sama, happines.
*sok puitis*
MEMANG, perjalanan dimana kita bisa mengambil pengalaman itu/ dimana kita bia mendapatkan pelajaran baru………………
dan perjalanan akan lbh indah ketika didukung dengan suasana hati yang Enak.
lam kenal..
dtnggu knjungan baliknya…
thx reviewnya Illa… jadi tertarik juga utk menikmati buku semi fiksi ini..etapi bagaimana dengan bagian yg membuatmu tertarik membeli buku ini? benar seperti itu?
Kok ya jadi penasaran ya sama buku ini? #selalutertarikfiksi
Anaknya pak Amien Rais ya penulisnya, pinter ya.
laik dis…
review-nya jg keren ^_^
tertarik baca buku itu 🙁
pengen ke gramed ! 😀
resensi buku nya menarik deh…seru… !!!!
jadi pengen beli bukunya
luar biasa bukunya! Inspiratif banget. Mari menjadi agen muslim yang baik.
cari review buku ini kesasarnya di blog temen sendiri,, hahaha,,,