Ini bukan persoalan sederhana. Tapi lebih pada sikapmu menghadapi perasaanmu. Jangan berlebihan. Sudah berulang kali kukatakan ini padamu. Jika cinta, mencintalah sewajarnya. Jika pun benci, membenci pulalah sewajarnya. Kau tak sadar sering mengucap kata2 yang tak perlu dan tak pantas ketika kau mengungkapkan perasaanmu. Kau adalah jenis manusia yang dituntut untuk selalu menjadi contoh untuk generasi penerusmu. Kau harus sadar akan hal itu. Sekali lagi, mencinta dan membencilah sewajarnya.
Dan kau, tak perlu mengandaikan apapun. I knew from the beginning that you never really want to… ah sudahlah. Cukup untuk saya tahu saja. See you when I see you someday.
Kau juga. Mohon agar kau kembali ingat, bahwa kebenaran selalu akan menemukan jalannya sendiri. Ini tak sepenuhnya buatmu. Tapi juga untuk diriku sendiri. Agar lebih hati-hati dalam bertindak dan berucap.
“saat mengarahkan telunjuk pada orang lain, ingatlah kembali bahwa lebih banyak jari tangan yang mengarah ke diri sendiri”
Have a nice life, nice weekend, dear you all..
Eini kak iLLa tiba2 ngomongin telunjuk, ada apa ya? #nggaksensitif #dikeplak
So wise…
Ini tentang kisah cinta kah… atau selisih paham dengan teman kah… ah apapun itu, kata2 yang terakhir memang benar adanya. Seperti juga kita harus menjaga omongan kita, karena berbagai hal bersifat menghakimi yang keluar dari mulut ini seringkali menjadi bumerang bagi pribadi sendiri 🙂
“saat mengarahkan telunjuk pada orang lain, ingatlah kembali bahwa lebih banyak jari tangan yang mengarah ke diri sendiri”
Hmmmmm tahu gak, kalimat ini saya tahu dari Tukul, lho, di acara Empat Mata. Saya berpikir, ternyata Tukul mau belajar juga. 🙂
Saat kita menuntut org lain, kita jg adalah org lain itu, yg jg akan mendapat tuntutan, begitu seterusnya..