Setelah Denias dan King, kali ini Alenia Production kembali menyuguhkan sebuah tontonan yg patut menjadi pilihan!
TANAH AIR BETA. Tayang sejak 17 Juni 2010.
Berkisah tentang seorang Tatiana, seorang Ibu yg memiliki 2 orang anak, Mauro dan Merry. Pasca Referendum tahun 1999, ia terpisah dengan Mauro. Tatiana dan Merry hidup di sebuah kamp pengungsian di perbatasan NKRI, sementara Mauro tinggal di Timor Leste.
Seperti 2 film pendahulunya –Denias dan King- film kali ini pun penonton dimanjakan dengan view pemandangan alam yang memikat. Kondisi geografis daerah yg gersang, dan dipenuhi dengan bukit-bukit tandus, atau pun view pesisir pantai, tersaji dengan mantap di sini.
Namun tetap ada beberapa catatan tentang film ini, in my point of view. Diantaranya :
- Konflik berjalan lambat. Sampai sebelum scene Tatiana memperoleh informasi tentang keberadaan anaknya, cerita hanya terputar2 pada serba serbi kehidupan di perbatasan wilayah NKRI dan Timor Leste. Perjuangan seorang Tatiana dalam pengabdiannya menjadi guru, dan bisik suara hatinya yang memendam rindu pada anaknya, kurang tergambar dengan baik, dari sisi ekspresi maupun dialog2 yg tercipta. Kabar baiknya, karakter Abu Bakar dan Carlo bisa menyelamatkan keadaan ini, dengan guyonan2 khas komedi satir.
- Tidak seperti Denias yg memotivasi untuk terus belajar dan menuntut ilmu, atau King, yg mengajarkan untuk terus berusaha tanpa kenal putus asa, di film ini koq pesan2 itu tampaknya kurang mengigit ya? Hanya menceritakan kisah sebuah keluarga yg terpisahkan oleh perbedaan negara. Quote yang sy nanti2kan untuk sy pegang sebagai point film ini juga tidak sy temukan.Overall, dari beberapa film karya Ari Sihasale, Denias masih megang banget. IMHO.
- Tanah Air Beta. Mendengar frase ini menjadi judul sebuah film, yg terbayang adalah adegan2 patriotik dan nasionalis. Ingin menegaskan bahwa ”ini loh bangsa Indonesia, tempat sy lahir dan dibesarkan”. Saya sendiri ketika melafalkan ini, meski dalam hati, spontan ada kebanggaan tersendiri yg menyusup. Nah, kenapa rasa ini kurang tergambar di film?? Baik dari adegan, dialog, atau apapun. Sayang sekali..
- Ending film ini yg akhirnya mempertemukan Tatiana dengan Mauro, anaknya, semestinya bisa menjadi klimaks yg mengharu biru. Ehm.. seorang Ibu yang sekian tahun tak dapat bertemu anaknya, dan akhirnya kembali memeluknya, bisa dibayangkan bukan, betapa mengharukannya? Dan sadly to say, sy tidak bisa menahan untuk tidak nyeletuk dalam hati ”cuman segitu dowang”? Maaf, Bung Ari..
Pesan Moral
Film ini seolah2 ingin mengatakan ”hey, pada tau gak sih kalo kondisi di Timor timur itu kayak gini” Bahwa ada keluarga yg hidup di dua negara yg berbeda, yang menjadi sangat sulit untuk bertemu satu dan lainnya karena persoalan birokrasi yg susakh.
Ini menyadarkan kita untuk tidak melupakan saudara kita yang ada di sana. Bagaimana pun, mereka pernah menjadi bagian dari bangsa ini. Dan mereka, pun tetap mengenang kita sebagai sebuah bagian dari kisah mereka.
Akting para Pemain
Salut untuk usaha Alessandra Gottardo dalam mempelajari logat dan aksen bahasa lokal di sana. Tidak seperti bahasa Jawa, Batak, atau Madura yg sudah sering digunakan dalam film2 nasional, bahasa Kupang ini termasuk yg jarang dipakai. Mungkin karena memang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Terlebih lagi karena didukung oleh pemain lokal yaitu Yehuda Rumbindi (pemeran Carlo). He definitely stealed the show!! (applause)
So? What’s Next?
Semestinya pun Ari bisa membaca dan menjawab setiap kritikan yg ditujukan ke film2nya yg terdahulu. Karena secara garis besar, kekurangan yg ada di film sebelumnya sepertinya terulang lagi di film ini, seperti pengemasan cerita yg tanggung.
Namun…
Yang patut diapresiasi adalah semangat seorang Ari Sihasale untuk memberikan tontonan yg edukatif tentang negeri tercinta, yg dikemas dalam wujud sinematografi. Pun dengan konsistensinya untuk turut mempromosikan pariwisata negeri ini melalui view-view yg apik.
Apapun itu, tetap dinantikan karya-karya terbaik dari anak bangsa lainnya. Walaupun masih dihiasi film komedi-horor ga penting, perfilman kita sudah semakin membaik. Dan akan terus membaik jika film-film bermutu mendapat porsi perhatian lebih dari kita, masyarakat dan para penonton.
Maju terus perfilman Indonesia! (rock)
sumber gambar dari FB Tanah Air Beta
rebut pertamax (haha)
eh eh dah bisa pake emot plurk lohhh (yahoo)
hm…setelah baca review ini…kayanya ga perlu bergegas deh…..nunggu main di tipi aja…hihi…
😀
😛 Waktu liat ballihonya yang gadang di tepi jalan… sempet ada rasa penasaran.
Tapi, setelah baca review ini, saya mau bareng sama Mechta aja deh…
hehehe..benar, saya juga nunggu main di tv aja atau ntar sewa vcd nya aja 😀
hmm , pengambaran kisah orang timor yang diangkat dalam layar lebar
wah tetangga kami ada orang timor ,tapi sepertinya gampang kok pergi dan pulang ke indonesia. Cerita selalu ada sisi sisi sulitnya ya.Rupanya. dan penting juga menonton film ini. apakah di bioskop 21 sudah tayang
illlaaaa… lengkap amat sih… jadi ga kepengen nonton & pengen nunggu di tipi ajah. Huahahaha… ini nih salah satu faktor kenapa pilm indo ga laku kalo udah direpiu ama illa. xixixixi….
banga ariiii, besok2 si illa disumpel ama nonton gratis ajah, biar ga lengkap2 amat repiunya 😀
Huhuh.. saya belum nonton.. (cry)
akhirnya keluar juga reviewnya. sekilas saya baca dari review ini, walau masih banyak kekurangan tapi menurut saya itu lebih baik dari pada film-film yang temanya hanya mengikuti selera pasar (idiot)
menurutku film ini masih bisa dijadikan tontonan yang menarik ill dari pada film yang berbau horor dan ujung-ujungnya porno
menunggu tayang di layar kaca :-))
repiu nya uda menggambarkan keseluruhan film,, hmm,, 🙂
Skip skip skip….
belum sempet terus nonton filmnya 🙁
Masalah referendum Timor Timur memang sebenarnya merupakan sesuatu yang sangat kental nuansa politiknya. Jauh-jauh hari sebelum membuat film ini Arie menjanjikan ini bebas dari nuansa politis. Dan hasilnya … seperti kita lihat filmnya menjadi seolah kehilangan ruh nya (lonely)
Sebaiknya tak mengapa jika film ini kental nuansa politisnya, setidaknya sebagai background yang mendominasi. Tapi ini juga kayaknya tidak ditampilkan, sayang sekali.
Nuansa cinta tanah air juga nggak kerasa ya di film ini. Serba nanggung… serba datar… serba bikin geregetan (doh)
Apa pun kekurangannya, tetap film ini tetalah film yang membawa muatan positif bagi yang menontonnya (applause)
jadi pengen banget nonton..itung2 menambah rasa nasionalis
siang ke cmpz, malam nntn bola. sm dgn yg lain tunggu main di tv saja 🙂 :)>-
btw italia di ujung tanduk k’illa #-o
berhubung saya banyak bergaul sama orang kupang…menurut saya logat alessandra malah masih jauh banget dengan logat asli orang sana. Mungkin pembuatannya agak diburu waktu kali jadi belum siap 100% dah di rolling ajah syutingnya 😀
pingin nonton 😀
wah bang ari ma mba nia bikin film baru lagi yah..King aja lom sempet nonton..Wah baca ulasannya illa jadi pengen nonton..lhoo??hehe..ya denias tetep the best deh..suka banget ma view alamnya.Kayaknya semua film2nya ari patut dipacungi jempol dulu, mngkn film kali ini kurang mateng persiapannya ya jadi kurang gregetnya
saya sependapat … film mas ale selalu endingnya rada garing … ingat KING? wah padahal awal-awalnya saya merasa ‘ni film sepertinya bagus … ‘ … emang salut dech sama alesandra guatardo! mantab … mau total … semoga karirnya lebih baik dan membintangi film yang bermutu! …
bagaimanapun, diantara minus2nya, jauh lebih plus daripada film2 kacangan berbau porno.. salut buat sineas seperti ale, mira lesmana, riri reza, dkk yang masih punya idealisme, yang bikin saya punya alasan bawa anak2 ke bioskop…
Saya blom pernah nonton Denias, apalagi film ini. hehehe, bukannya tak cinta produk dalam negeri, tapi selalu saja ada halangan untuk nonton.
Sebenarnya sudah lama saya bertanya kenapa gak ada yang memotret kehidupan rekan2 di perbatasan sana. Eh ternyata terjawab lewat film ini. Kalau iLLa pernah melihat rekan2 di perbatasan sana, pasti iLLa akan melupakan segala tetek bengek kritik perfilman karena dengan mata kepala sendiri saya melihat bagaimana mereka yang memilih untuk lari ke Indonesia malah tidak dianggap sama sekali. Mereka tinggal di tempat yang gak layak disebut rumah, mereka bertahan dengan mengambil hasil di kebun orang lain karena mereka tidak memiliki lahan dan sulit memperoleh pekerjaan di tanah yang memang tandus itu. Sungguh memilukan. Salut buat Ari yang mengangkat isu ini terlepas dari semua kekurangan yang iLLa sebutkan 🙂
So pity that no indo movie is played here
jadi pengen nonton nih… hm… bagus gak yah?
wah, mlem ini temenku liat pilm itu,,,
tapi syang aku g di ajak,,
setelah baca tulisan ini, lumayan agak ngerti ceritanya,,
jadi klu besok temenku ngomongin pilm ini, bisa nyambung dah…hahahah 🙂
wah.jadi pengen nonton
*setia menunggu di tayangin di tipi*
Film2 edukasi seperti ini yg seharusnya banyak diproduksi oleh para sutradara maupun produser.
setidaknya film ini lebih berkualitas dibandingin yg pocong2an dan sundelbolong2an.
wah aku belumd nnton sob, jadi penasaran
oh Y salam kenal ya sob
update dongs… 😀
iLLa sedang sibuk…
Ga bisa diganggu…
!!!
salah satu lagi film bertemakan nasionalis. ari sihasale benar2 cerdas mengangkat isu yang masih hangat hingga kini.
semoga ini jadi pertanda bangkitnya film2 bertema selain horor n slapstick comedy 🙂
Indonesia Tanah Air Beta…. Menggambarkan keadaan Indonesia saat ini yang semakin menyulitkan rakyat kecil. Sayang aku ga terlalu suka dengan film.
Film Tanah air Beta ini sangat menarik untuk ditonton,karena banyak manfaat bagi kita untuk mengetahui susahnya hidup di negara kita ini.kita harus sadar ada saudara kita yang terpuruk dan perlu bantuan dari kita.
Haluuu mbak..
first time here..
dan saia SANGAT MENGINGINKAN FILM INII..
awwwwhh..
tambah baca tulisan mbak, jadi makin pengenn
Perasaan pernah baca review ini, di mana ya?
Baru nonton kemaren dan kecewaaaa banget. Bener2 jauh dari harapan akan film produksi Alenia. Selesai nonton saya cuma komen “cuma gitu doang?”. Pas nonton King saya merasa nasionalisme jadi berkibar, nonton ini saya cuma bengong doang. Cuma gitu doang? Kebanyakan ngasih sinematografi, ngga ada konflik antar pemain, ngga ada semangat yang ingin diberikan untuk penonton, cerita jadi datar.
Mungkin harapan awal saya pada film ini sudah terlalu besar ya.
*menghela napas*
akhirnya bisa ke sini…eh,malah penguasanya dah hijrah ke Tanah Suci
Soal film,
sepertinya, ya… film-film Ari Sihasale agak bermasalah dengan jalan ceritanya.
Lain kali ketemu dia, omongin gih…itu yang suka nongkrong di Pojok Pradna mau kok bikin ceritanya *siyul-siyul jumawa*
curhat :
masil ilfil dengan King
Karakter tokoh utamanya yang diceritakan sebagai karakter negatif, dan saya berharap banyak dengan karakter seperti ini. Karena belum ada film Indonesia yang tokoh utamanya berkarakter negatif seperti ini, dan juga kalau diteruskan harusnya akan membuat konflik ceritanya bakal menarik.
tapi yaah…tau-tau Tamat dan selesai begitu saja (doh)
sudah di rilis yaks riviyu yah 😀
overall setuju sama yang buat riviuw, tadinya film itu kupikir ada adegan tembak2an di lokasi TimTim, ternyata… 😀 beda banget.
tapi emang viewnya keren, angle pengambilan gambarnya bagus (yahoo)
huaaaaa blum sempet nonton, kemarin pas ada waktu buat nonton eh jadinya nnton eclipse..
huhu..
film yang nasionalis…
Saya belom nonton pilem ini…. 🙁