Tapi bagaimana mungkin, membaca saja saya sulit.
Ada yg ingat ini iklan apa yah? Sepertinya tag ini pernah familiar beberapa tahun yg lalu. Kalo tidak salah siy iklan layanan masyarakat gitu. *lupa lupa ingat
Tapi kalimat ini memang sepertinya layak ditujukan pada saya untuk beberapa waktu belakangan ini. Saya sangat jarang membaca. Beberapa buku yg pernah saya beli dari beberapa bulan yang lalu hanya pasrah terbuka sampai setengah isi buku. Bukan karena sy tidak penasaran dengan lanjutannya, tapi tuntutan yg lain sepertinya mengalahkan alasan untuk membaca. I think I can’t have all my day. Bukan contoh yg baik memang, huff….
Tapi kali ini saya ingin sedikit menceritakan 2 buku yg baru saja selesai saya tamatkan.
MAKASSAR DARI JENDELA PETE-PETE
Fyi, pete-pete adalah angkot dalam bahasa Makassar. Yeah, it’s bout Makassar. Kota yang kucinta, kujaga dan kubela dengan sepenuh hati, hehe. Buku ini ditulis oleh salah seorang warganya yg mencoba melihatnya dari sudut pandang beliau sebagai seorang mahasiswa Jurusan Arsitektur Sub Jurusan Perencanaan Kota.
Bercerita tentang segala hal yg terjadi di kota ini. Baik itu di jalanan, sungai, pantai, bangunan, serta di semua sudut kota. Dan sesuai dengan disiplin ilmu yg beliau geluti, setiap yg diceritakan oleh penulis pun tergambar dari frame khas seorang arsitek.
Cara penulis menggambarkan detil lokasi dari setiap tema yg diangkat menunjukkan bahwa beliau betul-betul melakukan riset dalam penyusunannya. Tidak sekedar mengambil satu sampel, lantas dijadikan bahan untuk menulis. Seperti ketika menceritakan tentang fenomena Parkir Liar, penulis menyebutkan setiap titik lokasi dimana terdapat parkir liar di dalamnya. Bahkan beberapa tempat belum saya ketahui dimana itu. Ini sekaligus juga mempertegas bahwa sang penulis memang betul2 lahir, tumbuh dan berkembang di kota ini.
Tentu saja, bercerita tentang Makassar tidak akan lengkap tanpa membicarakan Pantai Losari, salah satu trade mark kota Daeng ini. Dan bagian inilah yang paling saya nikmati. Membaca cerita tentang Pantai ini dan kisah2 lain yg menyertainya semakin menambah kerinduan dan kebanggaan akan kota ini. Ah, Makassar….
Jika pun boleh untuk sedikit mengomentari apa yg perlu ditambahkan pada buku ini, itu adalah solusi. Pure, buku ini menceritakan kondisi yang ada, dan bagaimana kondisi yg seharusnya. Jadi ia lebih bersifat ”curhat” dari seorang warganya yg risau akan kondisi Makassar saat ini. Buku ini akan lebih ”dilirik” oleh pihak yg berwenang jika solusi yg ditawarkan lebih konkrit. Tapi mungkin hal ini didasari juga oleh kapasitas penulis yg sampai saat ini masih dalam posisi ”pengamat” belum menjadi penentu kebijakan. Next, jika semua memungkinkan, saya berharap semua gambaran ideal yg ditunjukkan penulis dalam buku ini dapat mewujud nyata. Semoga.
Diatas semua itu, saya tetap merekomendasikan buku ini, tidak hanya kepada warga Makassar. Karena selain cerita tentang Pantai Losari, apa yg diceritakan oleh Winarni sebenarnya juga sering terjadi di kota lainnya. Mari, lihat sekeliling kita, dan rasakan, betapa banyaknya PR yang harus kita selesaikan.
Dan kepada sang penulis, all I can say is, saya iri!! Jujur, saya sangat malu ketika menemui tekadnya untuk menerbitkan sebuah buku, apalagi ditambah dengan penekanan, sebelum menyandang gelar S1. See, saat saya berada di posisinya Inart saat ini, terbersit untuk menulis pun belum. Yang saya pikirkan hanya bagaimana mengurus nilai, seminar, ujian meja, dan ST. That’s all. Sampai saat ini pun, yg bisa saya lakukan hanya mereview buku ini. Sebagai bentuk penghargaan dan rasa salut yg sedalam2nya kepada sang Penulis. Keep on, gals… (rock)
PERAHU KERTAS
Kalo yg ini novel. Hmm… mungkin teman2 sebagian sudah selesai membaca buku ini. Ini adalah buku Dee pertama yg saya punya. Sebelumnya, sy pernah melihat salah satu seri Supernova-nya Dee dirumah sepupu saya. Kalo tidak salah judulnya Akar. Baru membaca bab pertama, saya sudah meletakkan kembali buku itu, dan sama sekali tidak berniat melanjutkannya. Fyi, sepupu saya saat itu kuliah di jurusan Psikologi UNM. Dan saat itu pula sy mengambil kesimpulan sendiri, sekaligus bertanya2 dalam hati ”Mungkin bacaannya anak psiko memang seperti itu yak?”
Kugy dan Keenan. Dua tokoh utama dalam novel ini. Dari awal pertemuan mereka di stasiun kereta api, dan cerita2 yg menyertai mereka selanjutnya sungguh membuat saya susakh meletakkan buku ini. Banyak hal tidak terduga, yg menjadi kejutan di buku ini. Bahkan tak dapat ditebak, apa mereka nantinya akan bersama. Apalagi ditambah dengan kehadiran Ojos, Wanda, dan Luhde dalam kehidupan mereka. Saya bahkan berpikir jangan2 memang Dee hanya menceritakan rasa yg dialami keduanya, dan tidak membuat dua tokoh rekaannya menjadi pasangan.
Walaupun ketika ternyata perkiraan saya salah, tapi kenapa ya, saya merasa cara Dee mempertemukan mereka di akhir2 buku ini menjadi ”sinetron banget”.
Selain itu, yang juga mengganggu keelokan novel ini adalah penggambaran sosok Kugy (lagi2 menurut saya) yang terlalu sempurna. Kesannya jadi tidak membumi. Cantik, cerdas (kuliah 3,5 taon), punya ide yg cemerlang sampai karirnya melesat tajam di kantornya, disukai banyak cowok, ih wow!! Sekali lagi, ini ”sinetron buanget” buat saya (atau apa sebenarnya karena saya sirik sama Kugy? Wakwakwak…)
Saya teringat dengan novel serupa (chicklit?) yang ditulis sama Icha Rahmanti beberapa tahun yg lalu, Cintapuccino. Saya merasa lebih dekat dengan sosok Rahmi disitu. Mmm… mungkin karena ini juga dipengaruhi oleh idealisme seorang Dee? Entahlah, saya tidak bisa membandingkannya, karena tidak pernah membaca novel Dee yang lain. Teman sy bilang siy Supernova itu sangat filosofis. Dunno…
Satu point lebih dari buku ini, setidaknya buat saya adalah karena pilihan Dee untuk menjadikan dunia tulis menulis sebagai bagian dari impian Kugy. Suatu dorongan yg sangat positif bagi para penulis pemula (contohnya saya, ehm…) untuk terus meyakini dan menjaga kepercayaan diri bahwa setiap kita bisa menulis. Dan diatas semua itu, kita berhak untuk bermimpi, dan berjuang untuk mewujudkan mimpi itu.
Eniwei, Saya membeli buku ini karena totally percaya sama reviewnya Bang Dodi (ugh, hate to say this).
Ketika mulai membaca halaman pertama, satu hal yg menyadarkan saya bahwa ternyata sudah sangat lama saya tidak membaca novel. Mungkin itu juga yg membuat saya jenuh dengan bacaan2 saya akhir2 ini. Saya memaksakan diri untuk menjejali otak dengan ilmu2 praktis, memeras pikiran untuk memahami sesuatu yg memang perlu untuk saya tau dan pahami. Tanpa menyadari bahwa otak dan pikiran juga butuh refreshing. Sekian jam saya menghabiskan waktu di kantuur, membiarkan otak dan waktu berpacu untuk menyelesaikan pekerjaan kantuur (walopun kadang masi diselingi ngenet sana sini :D), sampe dirumah kembali memaksa diri untuk membaca bacaan yg butuh pemaknaan ekstra.
Akhirnya, saya tenggelam dalam pesona Keenan dan keunikan Kugy. Dan sedikit memerlukan waktu sekian detik untuk mengulang2 beberapa penggal kata2 Dee yg sarat makna.
Tapi sepertinya setelah ini, kegiatan membaca buku akan dipending dulu. Ada yg lebih penting, membaca (semestinya disertai dengan tafsirnya) The Holy Qur’an. Sudah masup 10 hari terakhir Ramadhan, euy! Target masih banyak, ddoh….
Well, yg ingin sedikit refreshing, tapi tidak meninggalkan kebiasaan membaca, buku ini layak untuk kalian. Tapi sekali lagih, bacanya abis Lebaran saja, hehe…
Pete-pete … aku akhirnya bisa berwisata naik pete pete dari kantor walikota ke Benteng Rotterdam bareng temenku anak TVRI. Abis itu, aku dimarah abis2an gara2 telat ke Losari, tempat kumpul kami sebelum pulang ke Jakarta … hahaha!
Satu kota yang dikangenin untuk dikunjungi lagi ya, Makasar … hehehe
dari semua novel Dee, memang cuma novel akar yg (menurut saya) bagus; spiritualis. tapi–mungkin– karena Dee seorang yg agak liberal, kisah yg di kandung dlam novel akar mengandung nilai keyakinan (agama?) universal…….
Rahmi = Nurfadhilah Nurdin. hahahaha…in your dream. ngaca neng.
*comment pembalasan gara2 ngatain sayah ‘hoax’ ketemu menteri*
sayah sama sekali ga pernah baca buku2nya dee. entahlah, belom ada mood untuk mulai membaca hasil karya beliau. sayah masih suka buku2 penulis2 barunya gagas. Fresh dan yang penting happy ending 🙂
btw, tentang komen lu ditempat gua, huahahaha.. ngakak ajah deh.. kayanya kalo ada nama cowo di postingan pasti deh pada bilang, “do approach gih”
udah kebaaalll 😀
anyway, makasih ya 🙂
beliau, mba ajeng, para pengurus be blog sepertinya akan banyak berinteraksi untuk nyiapin launching be blog ntu.
Saya jatuh cinta sama buku yang pertama.
Hehehe… betul banget kalo endingnya agak-agak mengecewakan. Meski saya berharap mereka bersatu, tapi cara dengan memaksa kedua `saingan` mereka memahami cinta sejati mereka… ya cukup sinetron banget.
Mungkin karena buku ini sudah lama idenya, hampir 10 tahun lalu. Mungkin kalau ia diterbitkan tahun 2000, lebih terasa gregetnya.
Tapi untuk menyebut Kugy disukai banyak orang ya nggak dong.. kan jelas2 dia Mother Alien, banyak yang gak suka dengan orang aneh 😀
Hehe.. makasih udah ditampilin nama saya yang keren itu hahaha
*keep reading, it’s good for our soul*
buku pertama ==> belum baca, pinjam dulue k!!!ato mintama’ langsung ke penulisnya di’??
buku kedua==> baru kemaren sampai di tangan, hadiah dari kanda tersayang yang pulang mudik, tidak sabar menyelesaikannya…saya malah suka sekali dg karakter Kugy ini, banyak kesamaan..[terutama dalm soal keanehan,wkwkwk]
Meski belum pernah membaca semuanya, tapi saya suka tulisan2 Dee…apalagi Rectoversonya…
Buku apapun jenisnya, yang penting semangat membaca itu ga boleh padam, itu prinsip saya k!!!
Hidup kutubuku!!!
Thx review buku “Makassar dari Jendela Pete-pete”
semua orang punya mimpinya masing-masing, selama kita terus berusaha Insya Allah terwujud ji itu.
Untuk menawarkan solusi konkrit dalam buku itu sebenarnya memang saya sudah pikirkan, tapi sejauh ini cuma bisa menawarkan beberapa rekomendasi saja. Butuh kajian yang lebih matang untuk itu.
Dirumah saya punya beberapa karyanya Dee, tapi karya yang terakhir ini belum punya. Akhir2 ini sudah jarang beli buku, lagi berusaha menekan pengeluaran bela. Hehe. Mudah2an nanti ada rejeki untuk dapat itu buku. Thx infonya 😀
kugy dan keenan..
kereennn..^_^
tapi saia masiH lebih prefer k cintapucinox mba icha..:D
tapi dua2nya punya kesamaan..
akhirnya bersatu..walau waktux aga lama..dan pasanganx harus rela dan ikhlas melepas org yang disayanginya…
[…] saya. Baru setelah membaca reviewnya om ini dan sekali lagi menemukannya di ‘rumah’ tetangga, saya jadi tak sabar ingin segera melahapnya. Paling tidak, nama seorang Dee di sampulnya […]