Sebuah percakapan di dunia (-nya Luna) maya
Teman : La, boleh minta tolong nda?
iLLa : kenapa?
Teman : Ada qt tau loker disana?
iLLa : Dimana? Di P*N ato di surabaya?
Teman : dua duanya, hehe. Poko’nya di luar Makasarlah. Sapa tau ada informasi ditau.
iLLa : Waaa… kalo selain kantor ini jarang yg saya tau. Ruteku kan rumah-kantor tiap hari, hehe. Coba saja cari2 di internet. Banyak itu.
Teman : Kita’mi carikanka. Poko’nya yg di luar Makasar nah.
iLLa : kenapa mw skali tinggalkan Makasar? Saya ini selalu mikir kapan bisa pulang kesana. Hujan emas di negeri sendiri lebih baik lagi dari hujan batu di negeri orang (hehe, maksa).
Teman : bosanka disini. Mw dulu tinggalkan rumah.
iLLa : kenapa?
Teman : Tidakji. Pengen sejenak lepas dari orang tua. Capek.
iLLa : ……………………
Hehe, dasar manusia yak. Susakh untuk mensyukuri keadaannya sekarang. Sementara sy disini selalu mencari2 waktu untuk bisa pulang, dia malah berpikir untuk meninggalkan rumah tanpa tujuan yg jelas. Aneh…..
Tidak lama setelah percakapan itu, saya menonton acara Mario Teguh di TV. Sudah lupa temanya apa, tapi satu hal yg saya ingat adalah ketika kurang lebih beliau mengatakan seperti ini.
Jika kita lama tidak kembali kerumah, biasanya kita akan terkaget-kaget melihat ponakan kita yg sewaktu kita tinggalkan masih sangat kecil, dan ketika melihatnya lagi spontan kita mengatakan ”Wah, sudah besar rupanya”
Itulah. Kita merasakan bahwa dia sudah semakin besar karena kita lama tidak melihatnya, dan tidak merasakan pertumbuhannya.
Orang tua kita, setiap hari melihat kita. Dari kita lahir, bisa jalan, sampe saat ini. Akhirnya mereka cenderung tidak melihat kita sebagai seorang manusia yg sudah dewasa. Sampai kapanpun kita akan tetap terlihat sebagai anak kecil di mata mereka.
Hmm… mungkin seperti itu pula yg dirasakan oleh temanku itu. Kejenuhan. Merasa tidak dianggap ”sudah besar” oleh orang tuanya. Selalu dibilang anak kecil. Makanya diatur sana sini. Tapi apa kemudian itu bisa menjadi alasan untuk meninggalkan mereka? Terlebih, di usia mereka yg sudah mulai tua? Rasanya saya susah untuk sepakat. Inilah saat untuk kita melakukan birrul walidain.
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
QS. al-Isra’ (17) : 23
Tapi bagaimana dengan anjuran untuk merantau? Fyi, saya pernah baca di blog seorang teman tentang keutamaan merantau yg dituliskan oleh Imam Syafi’i.
See? Dari puisi itu dapat kita lihat banyaknya hikmah dan pelajaran yg dapat kita petik ketika kita menjejakkan kaki kita di belahan bumi yg lain. Tidak terkungkung hanya dalam satu daerah tertentu. Dan kiranya ini pun relevan dengan perintah Tuhan dalam Al-Quran untuk saling mengenal.
Jadi mana yg lebih baik, merantau, meninggalkan tanah kelahiran untuk mengambil serakan hikmah dari bumi Allah yg lain, atau stay selamanya dirumah untuk sepenuhnya membersamai orang tua di senja usianya?
Ah, tidak ada pilihan yg lebih buruk atau lebih baik sy pikir. Semua ada kelebihan dan resikonya masing2. Dan kalo tidak salah, ada kata2 yg pernah menghinggapi alam memory saya
Bahwa manusia itu memiliki ujiannya masing2, yg berbeda dengan yg lainnya. Bisa saja ujian yg diperuntukkan bagi teman saya itu bagaimana ia bersabar atas sikap orang tuanya yg (menurutnya) tidak pernah menganggapnya dewasa. Dan, ujian buat saya ya ini, justru sebaliknya, terpisah jauh dari orang tua.
Sampai beberapa hari yg lalu, ada yg membuat sy tertawa ketika lagi2 pembicaraan via PM dengan salah seorang teman
Itulah gunanya kamu di Surabaya, supaya kenal sama banyak orang dari daerah lain. Tidak karatan karena kelamaan di Makasar.
Hahahay… apa itu artinya artinya orang yg tidak pernah kemana2, tidak pernah merantau itu boleh dikatakan ”karatan”?? Wew, sadis amat….:))
bagaimana dengan kisah Uwais al-Qirany (ada jg yg menyebutya al-Qarny)? beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang di beri gelar nafas Ar-Rahman dari Yaman. gelar ini diberikan oleh Rasulullah SAW sendiri. Uwais, selama hidupnya tidak pernah bertemu dengan Rasulullah walau hidup sezaman. gelar ini diberikan kepada beliau karena kecintaannya kepada ibunya. beliau hanya sekali meninggalkan ibunya; itu pun pada saat beliau pergi denga maksud bertemu dengan Rasulullah SAW. tetapi beliau tidak berhasil karena pada saat itu Rasulullah SAW sedang memimpin sebuah peperangan. dan akhirnya dia kembali pulang ke kampungnya lantaran sebelumnya, Ibunya berpesan agar tidak tinggal terlalu lama di mekkah (madinah?). sampai Rasulllah SAW wafat, beliau tdk pernah bertemu.
Nah… apakah seorang Uwais yg tidak pernah meninggalkan kampungnya dan hanya mengurus ibunya (sampai ibunya wafat) bisa dikatakan karatan? ….betul-betul sadis memang istilah ini…. padahal seorang uwais juga sering diberi julukan seorang yang ” Tidak terkenal di dunia tapi terkenal oleh penghuni langit”…..
ada yg merasa sebagai uwais al qarni nichh…
berteman dengan para penghuni langit?…bertulbetulbetul?…:upinmodeon:
uooh…
Merantau…jadi inget Iko Uwais. terus berantem di jalanan ibu kota
hahahaha
Saya awalnya merantau tapi sekarang menetap
wah ini yg susah…saya dari kecil dah nomaden ke mana-mana (nggak pake digendong,lagi)
Tapi, itu yang pengen ninggalin ortu karena alasan capek, anggap aja latihan mbesok punya momongan 😉
Mosok kl dah punya baby, capek trus ditinggal merantau? 😀
Anggap saja, siklus orang…semakin tua semakin kembali kekanak-kanakan, jadi makin tua makin lucu…wakakaka
*PLAK*
“Ampuun, bundooo….”
Saya setuju banget kalau merantau lebih bermanfaat dibanding hanya tinggal di tempat yang sama dalam jangka waktu yang lama… Banyak hikmah yang bisa ditawarkan semesta dari jejak kehidupan di tanah orang, sangat banyak *merenung kembali*
wah sama tuh kasusnya aku sama temenmu… di rumah ngga di anggap dewasa.. jadi klo kita jauh dari ortu malah aku ngerasa mereka anggep aku lebih mandiri.. hehehe.. padahal sih sama aja.. 😀
iya bener tuh.. gitu maksudnya.. terkesan lebih dewasa.. 😀
Merantau memang mantap. Dan Rasanya ingin merantau lagi e.., hehe
merantau bisa melatih kemandirian dan semangat hidup yang tinggi, itu sebabnya orang terlihat lebih matang dan dewasa dimata ortu ketimbang sodaranya yang setelah menikah masih tinggal bersama.
Soal nama nyegik itu orang pikir saya cowo, jadi sekarang pakai nama anak saya aja wkekeke
Saya sudah membuktikan dg merantau, bisa merubah kejiwaan seseorang, kematangan seseorang dan pengetahuan yg bertambah luas tentang arti hidup dan kehidupan.
betapa ingatnya daku akan masa laluku sebelum merantau…. oooh!
Selamat idul fitri.
Minal aidin wal faidzin.
Salam silaturahim.